Yang Tersisa Dari Perjalanan ke Bromo
OCTOBER 04, 2015 BY FULUS BUDIONO
Cerita tentang Bromo ini sebenarnya sudah lama berlalu. Sudah setahun lamanya kenangan tentang Bromo hanya tersimpan dalam ingatan. Belum sekalipun kutuliskan dalam blog ini. Kufikir, semua orang pasti tau, dimana dan keindahan apa yang bisa dinikmati di sana. Sehingga sempat merasa tak perlu buru-buru menuliskannya. Toh, di blog lain sudah banyak yang membahasnya juga. Tetapi pagi ini, ada yang membuatku ingin menuliskan sekelumit cerita tentang dataran tinggi yang memesona itu. Tentang kenangan yang tersisa, dari perjalanan ke Dataran Tinggi Bromo.
Dari puncak Penandjakan 2, perlahan matahari pagi menyembul di ufuk timur. Memang, titik ini bukan tempat terbaik untuk menikmati sunrise. Ada sedikit kekecewaan yang kemudian hadir. Kenapa guide tidak membawaku ke Seruni Point saja? Gerutuku dalam hati. Sampai akhirnya kecewaku terobati saat gelap berganti terang. Gunung Bromo dan Gunung Batok terlihat bersisian, diselimuti kabut, di bawah langit biru yang disaput awan.
Aku kembali berjalan melewati jalan setapak, meninggalkan puncak Penandjakan 2 dan menuju area parkir mobil Jeep. Destinasi selanjutnya adalah lautan pasir, lalu berjalan menuju puncak bibir kawah Gunung Bromo. Belum sampai di area parkir Jeep di Penandjakan, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Kulihat seorang lelaki dengan kain sarung tersampir di pundak yang menjadi ciri khas Suku Tengger. Ia tengah memikul dua keranjang bambu yang sarat dengan rumput pakan ternak. Kulirik arloji di pergelangan tanganku. Hari masih terlalu pagi. Sepagi ini? Sejak pukul berapa ia mulai mencari rumput?
Di Lautan Pasir, kusaksikan betapa keindahan dataran tinggi Bromo membawa berkah tersendiri bagi warga sekitar. Banyaknya wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam, mendatangkan rejeki bagi mereka, melalui jasa angkutan di punggung kuda yang bisa ditawarkan. Kuberi tau, ya, jika kamu sedang mencari pangeran berkuda putih, mungkin dataran tinggi Bromo bisa jadi tempat yang tepat untuk dijadikan tempat pencarianmu.
Ketika tongkat narsis mulai exist, kapanpun, dimanapun, siapapun bisa berekspresi di depan lensa kamera. Entah kenapa, aku merasa tertarik untuk mengabadikan momen ini, ketika seorang remaja berdiri di atas jeep, dan mengambil foto diri dengan background gunung Batok, Bromo, dan langit biru.
Seperti koloni semut, berbondong menuju satu titik dimana sumber kebahagiaan berada. Seperti itulah mereka yang didadanya dipenuhi rasa penasaran akan Kawah Bromo… Lelah adalah sesuatu yang harus dikalahkan demi melihatnya
Akan tetapi, hendaknya memang setiap manusia bisa mengukur batas kemampuan diri. Tak perlu memaksa jika memang tak bisa. Ada banyak jalan menuju Roma, katanya. Naik lah ke punggung kuda, jika tak sanggup berjalan dari area parkir Jeep di Lautan Pasir, untuk menuju titian anak tangga ke puncak bibir Kawah Bromo.
Hidup memang selalu menawarkan pilihan. Begitupun saat harus menuju puncak Gunung Bromo untuk melihat kawahnya. Jika tak sabar mengantri untuk melalui jalan yang aman, jalur yang lebih beresiko bisa saja dipilih dan ditempuh oleh mereka yang level keberaniannya sedikit berlebih.
Keindahan Kawah Bromo inilah yang ingin disaksikan banyak mata. Namun apa jadinya jika sampai terperosok ke dalamnya? Ya, keindahan dan bahaya yang ditawarkan kawah Bromo, barangkali seperti halnya cinta, bahagia dan rasa sakit bagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Lembah & Ngarai, satu dari sekian banyak keindahan lain yang bisa dinikmati di Dataran Tinggi Bromo.
Dan akan selalu ada yang bisa membuat hatimu teriris. Seperti bucket-bucket bunga edelweiss yang dijajakan di lereng Gunung Bromo itu.
Savannah & Bukit Teletubbies adalah peraduan terakhir dari serangkaian itinerary trip Bromo. Sebelum menuju tempat yang mengagumkan ini, sebenarnya ada satu tempat yang dikunjungi, yang sangat dikenal dengan nama Pasir Berbisik. Hanya saja, aku tak bergairah turun dari Jeep untuk menikmati lautan pasir itu. Angin bertiup terlalu kencang dan menerbangkan banyak butiran pasir ke udara. Aku tak sanggup menghirupnya terlalu banyak.
Aku memilih beristirahat sejenak di dalam Jeep yang lebih terlindung dari badai pasir, sembari menyiapkan tenaga baru agar bisa menikmati destinasi selanjutnya. Savanah! Sebelum akhirnya kuharus beranjak pulang, dan membawa kenangan dari perjalanan di dataran tinggi Bromo yang memesona.
Akhir tahun 2018 saya berbagi sedikit pendakian bukit watu jengger mojokerto. Tanggal 31 desember 2018 sore pukul 15.30 kita mulai berangkat dari lamongan menuju ke kota mojokerto tepat nya kecamatan jatirejo desa nawangan. Anggota team berjumlah 8 orang dengan memakai motor. Sesampai di desa nawangan 19.00 wib. Kita prepare dan makan2 di bascamp. Jalur yang di lalui menuju bascamp sangat lah rusak jadi wajib di siapkan sepeda nya. Pukul 20.00 wib kita memulai pendakian menuju puncak. Dengan semangat untuk bisa merayakan tahun baru di atas gunung. Pukul 21.30 wib kita sampai di bawah -+200 meter dari puncak 1100 mdpl. Dengan cuaca yang mendung kita putuskan mendirikan tenda. Kita ngobrol dan bercanda satu team sampai menunggu pergantian tahun baru. Tanggal 1 januari 2019 Pukul 04.00 wib kita bangun dan prepare untuk menuju puncak watu jengger 1100 mdpl. Jarak tempuh kita dari tenda ke puncak -+20menit. Sampai di puncak pukul 06.30 wib sambil foto2 menikmati indah nya puncak watu jengge...
Komentar
Posting Komentar